X

3 Contoh Puisi Epik dalam Bahasa Indonesia

Sebelumnya, kita telah mengetahui beberapa contoh puisi dramatik, di mana jenis-jenis puisi tersebut merupakan puisi yang menggambarkan perilaku seseorang secara objektif baik dalam bentuk deskripsi, dialog, maupun monolog. Kali ini, kita akan mengetahui beberapa contoh dari jenis puisi lainnya, yaitu puisi epik. Menurut Prihantini (2010:209), puisi epik merupakan puisi yang berisi tuntunan atau ajaran hidup, serta mengandung cerita kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Agar pembaca lebih paham, berikut ditampilkan beberapa contoh puisi epik dalam bahasa Indonesia yang diambil dari berbagai sumber.

Contoh 1:

Diponegoro*
Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratuus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tidak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda.

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup baru bisa merasai.

Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.

Februari 1943

Sumber: Puisi-Puisi Chairil Anwar (1922-1949), Kakilangit Majalah Horison Edisi April 2016, hlm 3.

Contoh 2:

Krawang-Bekasi*
Karya: Chairil Anwar

Kami yang ingin terbaring antara Krawan-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rusa hampa dan jam dindig yang berdetak
Kami maati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu
nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yan tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan
harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Keang, kenaglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Beri kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Keang, keanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

*Sumber: Puput Mugianti, Buku Pintar Pantun Puisi & Peribahasa, Prima Jaya, Hlm 57-58. (Penulisan contoh ini dibedakan dengan versi yang ada di sumber rujukan)

Contoh 3:

Sebuah Jaket Berlumuran Darah*
Karya: Taufiq Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebeabsan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal perjuangan’
Berikra setiap kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai ke mana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang becak, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.

*Sumber: Puput Mugianti, Buku Pintar Pantun Puisi & Peribahasa, Prima Jaya, Hlm 53-54. (Penulisan contoh ini dibedakan dengan versi yang ada di sumber rujukan)

Demikianlah beberapa conyoh puisi epik dalam bahasa Indonesia dari berbagai sumber. Jika pembaa ingin mengetahui beberapa contoh puisi lainnya, pembaca bisa membuka artikel contoh puisi singkat, contoh puisi naratif, contoh puisi satirik, contoh puisi lirik, contoh puisi balada, serta contoh puisi romance. Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian

Categories: Puisi
Ratna Sumarni S.Pd: