Contoh Puisi Naratif dalam Bahasa Indonesia
Sebelumnya, kita telah mengetahui beberapa contoh dari jenis-jenis puisi yang ada, seperti contoh puisi epigram, contoh puisi balada, contoh puisi himne, contoh puisi romance, contoh puisi elegi, dan contoh puisi ode. Pada artikel kali ini, kita akan mengetahui beberapa contoh dari puisi naratif. Adapun pengertian dari puisi naratif sendiri diartikan sebagai puisi yang berisi cerita yang di dalamnya terdapat tokoh dan kronologi peristiwa layaknya sebuah paragraf narasi. Bedanya, puisi naratif disampaikan dalam bentuk larik-larik atau bait per bait, sedangkan paragraf narasi disampaikan dengan bentuk paragraf atau alinea.
Untuk lebih jelasnya, berikut ditampilkan beberapa contoh puisi naratif dalam bahasa Indonesia.
Contoh 1:
Matinya Sang Juara Tinju¹
Karya: Sitor Situmorang
Telah berlaku pula
Hukum dewata
Janganlah diberi nama
Dengarlah ceritanya
Cerita orang tua-tua
Kusampaikan pada pembaca
Di seluruh negeri terkenal ia juara
Juara yang selalu menang
Dan orang mengalah saja
Mendengar segala ceritanya
Tiada yang berani
Tiada yang mau
Membantah kata-katanya
Di kedai-kedai
Ketika minum tuak garang
Selain juara ia pemburu pula
Kalau bukan rusa, babi hutanlah mangsanya
Mana juara, pula pemburu
Pandai menari
Membuat ukiran indah sekali
Serta memetik kecapi . . .
Ia suka mabuk
Dan bila ia mengutuk
Tak ada yang tak kena
TApi dari segala mangsa
Istrinya yang paling menderita
Dua anak dilahirkan
Satu laki, satu perempuan
Satu pun tak ada kesukaan bapaknya
Berkata orang: “Mana ‘kan pula
Anak lahir, bapak di penjudian.”
…………………………………………………….
¹Sitor Situmorang, Dalam Sajak, (Bandung, Pustaka Jaya:2016), hlm 20-21.
Contoh 2:
Pertemuan Malam²
Karya: WS Rendra
Setelah meneguk getah rembulan tanggal pertama
aku berjalan tanpa tujuan di dalam hutan.
Kemudian bau gandasuli membuat aku tertegun,
berdiri kaku di tengah semak belukar,
menghentikan nyanyian serangga malam.
Terpancang seperti si Gale-Gale
Tanpa pikiran dan perasaan.
Banyak masalah datang bersama,
tanpa sebab dan akibat.
Kemurungan menyelimuti diriku.
Seperti kabut menghalang pemandangan.
Itu pun tanpa makna.
Tanpa keterangan. Tanpa hubungan.
Bau gandasuli memenuhi paru-paru.
Membanjir ke dalam urat-urat darah.
Bahkan lalu menjaid daging.
Ya, Allah, apakah aku mati sambil berdiri?
Cahaya bulan dan bintang-bintang
jatuh ke pohon-pohon yang sekadar pohon.
Serangga malam kembali bersuara sekadar suara.
Tidak ada apa-apa. Tidak ada apa-apa.
Tidak mengapa. Tidak bagaimana.
Sedetik dan seabad apa bedanya.
Tiba-tiba
dari kegelapan rumpun pohon-pohon jati emas
menyebar bau tembakau yang wangi.
Lalu aku lihat kilatan kacamata.
Lalu kilatan senyum dengan gigi-gigi putih.
Dan kemudian muncul dari kegelapan
sosok tubuh yang gagah berpeci hitam
dan mantel malam berwarna cokelat tua.
Ayahandaku, paduka muncul tak terduga!
Apakah arti kehadiran Anda ini?
Apakah batas antara hidup dan mati
menjadi tipis karena cahaya rembulan?
Aku tidak mengharapkan pertemuan ini.
Aku ikhlaskan Anda istirah
di ranjang buaian kematian Anda.
Kini, apakah yang akan Anda katakan?
Tanpa harapan. Tanpa keinginan.
Aku berdiri terpaku di bumi.
Apakah sebenarnya aku sudah mati?
Dan kini menjadi sebatang gandasuli?
………………………………
Rumah Sakit Cinere, 5 November 2003.
²WS Rendra, Doa Untuk Anak Cucu, (Yogyakarta, Bentang Pustaka:2016), hlm 48-49.
Demikianlah beberapa contoh puisi naratif dalam bahasa Indonesia. Semoga bermanfaat dan mampu menambah wawasan bagi para pembaca sekalian, baik itu di ranah puisi khususnya, maupun bahasa Indonesia pada umumnya. Sekian dan terima kasih.