Sponsors Link

Contoh Alur Cerita dalam Cerpen Bahasa Indonesia

Contoh Alur Cerita dalam Cerpen Bahasa Indonesia – Sebelumnya telah dijelaskan bahwa jenis-jenis alur cerita terdiri atas tiga jenis, yaitu cerita maju, alur mundur, dan alur campuran atau maju-mundur. Setiap Jenis alur cerita mempunyai tahapan dalam alur cerita masing-masing. Alur cerita ada di hampir semua jenis-jenis prosa lama dan jenis-jenis prosa baru, termasuk macam-macam cerpen di dalamnya. Untuk mengetahui seperti apa alur cerita dalam cerpen, pembaca bisa menyimak contoh di bawah ini.

Aku dan Insiden Tersesat di Kaki Gunung

Aku masih tersasar di kaki gunung itu. Sudah beberapa kali  kususuri setapak jalan di kaki gunung. Namun apa daya, yang kutemui bukanlah puncak gunung, namun malah kembali lagi ke tempat yang sama; tempat aku kini tersasar. Aku pun hilang akal. Aku pun hanya bisa terduduk di sebuah pohon. Seketika itu aku pun teringat sebab dari ketersesatanku ini.

Saat itu, aku bersama teman-temanku tengah berdebat mengenai cara paling tepat menuju ke puncak gunung. Teman-temanku dengan mantap mengatakan bahwa cara terbaik menuju puncak gunung adalah mengikuti rute yang ada di dalam peta.

Lain sikap denganku. Dengan pandir kukatakan bahwa jalan yang ditujukan peta sudah tidak bisa diikuti lagi. Saat itu aku berujar bahwa pendakian dengan cara mengikuti peta adalah suatu hal yang jadul.“Lagian, untuk apa sih kita ikut peta segala? Kita ini kan menjelajahi alam. Yang kita pakai tuh insting; intuisi; panggilan alam; bukan peta atau kompas!” selorohku saat itu. Karena tak ingin lebih lama berdebat, aku pun langsung bergegas pergi meninggalkan mereka. Kususri saja jalan yang terbentang di sepanjang kaki gunung.

Aku sendiri memang tipikal orang yang spontan; lebih suka mengikuti naluriku dibanding mengikuti pedoman atau text book lainnya. Begitupun dalam soal daki-mendaki gunung atau kegiatan alam lainnya. Aku sering sekali berbeda pendapat dengan teman-temanku soal cara untuk sampai ke puncak gunung, atau rute paling tepat menuju pantai, dan hal-hal lain mengenai teknis atau cara untuk sampai ke sebuah tempat. Terkadang, naluriku ini bisa membawaku ke rute yang tepat. Tapi sering juga aku kena sial gara-gara menuruti naluriku.

Ah, sudah hampir satu jam aku di bawah pohon ini. Dan aku pun belum mendapat jawaban dari naluriku, soal langkah apalagi yang mesti dilakukan untuk bisa sampai ke puncak gunung. Suara semak-semak lalu terdengar dari tempat aku duduk. Aku pun langsung panik dan bersiap untuk lari, kalau-kalau itu adalah hewan buas. Saat aku siap untuk berlari, tiba-tiba terlihat sosok yang tidak asing bagiku. Deva. Oh, ternyata dia Deva, salah satu temanku yang ikut pendakian kali ini.

Ternyata sedari tadi dia mencariku, karena aku tidak kunjung sampai juga ke puncak gunung. Setelah aku bertanya kepada Deva, ternyata teman-temanku yang lain sudah sampai ke puncak gunung dengan mengikuti peta yang mereka bawa. Tanpa perlu berlama-lama berbincang, aku pun akhirnya mengikuti arah langkah Deva dan setelah beberapa jam, kami pun sampai di puncak gunung.

Dari perjalanan ini , aku sadar bahwa terkadang kita mesti mengikuti pedoman jika tengah melakukan suatu perjalanan.

Analisis Alur Cerita:

Cerpen di atas menggunakan alur campuran atau maju-mundur. Hal ini bisa dilihat di paragraf awal, di mana di paragraf tersebut kita langsung dihadapkan dengan permasalahan si tokoh utama. Karena cerpen di atas menggunakan alur campuran, maka tahapan alur pada cerpen di atas adalah: Klimaks→Kemunculan Konflik→Pengenalan→Antiklimaks→Penyelesaian.

Untuk mengetahui bagian cerpen mana saja yang menjadi bagian klimaks, kemunculan konflik, dan sebagainya, bisa dilihat di bawah ini:

  • Klimaks:

Aku masih tersasar di kaki gunung itu. Sudah beberapa kali  kususuri setapak jalan di kaki gunung. Namun apa daya, yang kutemui bukanlah puncak gunung, namun malah kembali lagi ke tempat yang sama; tempat aku kini tersasar. Aku pun hilang akal. Aku pun hanya bisa terduduk di sebuah pohon. Seketika itu aku pun teringat sebab dari ketersesatanku ini.

(paragraf 1)

  • Kemunculan Konflik:

Saat itu, aku bersama teman-temanku tengah berdebat mengenai cara paling tepat menuju ke puncak gunung. Teman-temanku dengan mantap mengatakan bahwa cara terbaik menuju puncak gunung adalah mengikuti rute yang ada di dalam peta.

(paragraf 2)

Lain sikap denganku. Dengan pandir kukatakan bahwa jalan yang ditujukan peta sudah tidak bisa diikuti lagi. Saat itu aku berujar bahwa pendakian dengan cara mengikuti peta adalah suatu hal yang jadul.“Lagian, untuk apa sih kita ikut peta segala? Kita ini kan menjelajahi alam. Yang kita pakai tuh insting; intuisi; panggilan alam; bukan peta atau kompas!” selorohku saat itu. Karena tak ingin lebih lama berdebat, aku pun langsung bergegas pergi meninggalkan mereka. Kususri saja jalan yang terbentang di sepanjang kaki gunung.

(paragraf 3)

  • Pengenalan:

Aku sendiri memang tipikal orang yang spontan; lebih suka mengikuti naluriku dibanding mengikuti pedoman atau text book lainnya. Begitupun dalam soal daki-mendaki gunung atau kegiatan alam lainnya. Aku sering sekali berbeda pendapat dengan teman-temanku soal cara untuk sampai ke puncak gunung, atau rute paling tepat menuju pantai, dan hal-hal lain mengenai teknis atau cara untuk sampai ke sebuah tempat. Terkadang, naluriku ini bisa membawaku ke rute yang tepat. Tapi sering juga aku kena sial gara-gara menuruti naluriku.

(paragraf 4)

  • Antiklimaks:

Ah, sudah hampir satu jam aku di bawah pohon ini. Dan aku pun belum mendapat jawaban dari naluriku, soal langkah apalagi yang mesti dilakukan untuk bisa sampai ke puncak gunung. Suara semak-semak lalu terdengar dari tempat aku duduk. Aku pun langsung panik dan bersiap untuk lari, kalau-kalau itu adalah hewan buas. Saat aku siap untuk berlari, tiba-tiba terlihat sosok yang tidak asing bagiku. Deva. Oh, ternyata dia Deva, salah satu temanku yang ikut pendakian kali ini.

(Paragraf 5)

Ternyata sedari tadi dia mencariku, karena aku tidak kunjung sampai juga ke puncak gunung. Setelah aku bertanya kepada Deva, ternyata teman-temanku yang lain sudah sampai ke puncak gunung dengan mengikuti peta yang mereka bawa. Tanpa perlu berlama-lama berbincang, aku pun akhirnya mengikuti arah langkah Deva dan setelah beberapa jam, kami pun sampai di puncak gunung.

(Paragraf 6)

  • Penyelesaian

Dari perjalanan ini , aku tersadar bahwa terkadang kita mesti mengikuti pedoman jika tengah melakukan sebuah perjalanan.

(paragraf 7)

Demikianlah contoh alur cerita dalam cerpen bahasa Indonesia. Jika ingin melihat contoh cerpen lainnya, pembaca bisa membuka artikel contoh cerpen singkat beserta strukturnya, contoh cerpen singkat tentang lingkungan, dan contoh cerpen singkat tentang lingkungan alam. Terima kasih.

, , , , , ,
Post Date: Tuesday 28th, November 2017 / 14:44 Oleh :