Resensi dalam Bahasa Indonesia – Jenis, Unsur, dan Struktur
Resensi atau ulasan buku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku. Sementara itu, menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), resensi adalah ulasan atau penilaian atau pembicaraan mengenai suatu karya baik itu buku, film, atau karya lain. Adapun tujuan utama resensi buku adalah memberikan tanggapan terhadap isi buku yang diresensi sebagai upaya untuk memberikan informasi kepada calon pembaca buku apakah buku tersebut layak dibaca atau tidak. Selain itu, tujuan resensi lainnya adalah memberikan semacam umpan balik kepada pengarang untuk menyempurnakan isi buku pada edisi terbitan selanjutnya. Biasanya, resensi dapat ditemui di media cetak seperti surat kabar atau majalah serta media daring.
Agar resensi yang dibuat benar-benar menyuguhkan informasi yang dibutuhkan oleh pembaca, seorang peresensi harus memenuhi beberapa persyaratan. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang peresensi adalah sebagai berikut.
- Peresensi harus memiliki pengetahuan di bidangnya. Misalnya, ketika akan meresensi sebuah cerpen, maka peresensi harus memiliki pengetahuan tentang cerpen dan perkembangannya.
- Peresensi harus memiliki kemampuan menganalisis. Dalam arti, peresensi harus mampu menggali berbagai unsur yang terdapat di dalam sebuah cerpen yang akan dianalisis.
- Peresensi harus memiliki pengetahuan dalam acuan yang sebanding. Dalam arti, peresensi membandingkan dengan karya lain yang sejenis. Sehingga peresensi dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari karya yang dianalisis.
Jenis
Terdapat berbagai macam jenis resensi yang didasarkan pada kriteria tertentu seperti sudut pandang dan isi resensi (Saryono, 1997) dan jenis buku (Samad, 1997). Jenis resensi berdasarkan sudut pandang adalah resensi ilmiah dan resensi ilmiah popular. Jenis resensi berdasarkan isi adalah resensi informatif, resensi evaluatif, dan resensi informatif-evaluatif. Dan, jenis resensi berdasarkan jenis buku adalah resensi buku sastra dan resensi buku non-sastra.
Dari ulasan di atas, jenis-jenis resensi adalah sebagai berikut.
- Resensi ilmiah – Resensi ilmiah adalah resensi yang mengupas bidang keilmuan tertentu. Biasanya, bahasa yang digunakan adalah bahasa resmi atau bahasa baku, banyak menggunakan rujukan atau acuan, dan dipaparkan secara lengkap.
- Resensi ilmiah popular – Berbeda dengan resensi ilmiah, resensi ilmiah popular merupakan resensi ilmiah yang tidak menggunakan rujukan atau acuan tertentu, bahasa yang digunakan adalah bahasa tidak baku, dan hanya bagian-bagian yang menarik saja yang dipaparkan oleh peresensi.
- Resensi informatif – Resensi informatif adalah resensi yang berisi hal-hal yang sifatnya informative dari sebuah buku. Biasanya, resensi informatif hanya menyajikan ringkasan tentang isi buku atau hal-hal lain yang berkaitan dengan buku yang diresensi.
- Resensi evaluatif – Resensi evaluative adalah resensi yang berisi penilaian peresensi terhadap buku atau hal-hal yang berkaitan dengan buku yang diresensi.
- Resensi informatif-evaluatif – Resensi informatif-evaluatif adalah resensi yang merupakan perpaduan dari resensi informatif dan resensi evaluatif. Resensi informatif-evaluatif menyajikan ringkasan buku atau hal-hal penting yang terdapat dalam buku yang diresensi sekaligus berisi penilaian peresensi terhadap isi buku.
- Resensi buku sastra –Resensi sastra adalah resensi yang mengupas, memaparkan, dan menilai buku-buku sastra. Biasanya, resensi buku sastra disajikan secara informatif, evaluatif, atau perpaduan keduanya.
- Resensi buku nonsastra – Resensi nonsastra adalah resensi yang mengupas, memaparkan, dan menilai buku-buku nonsastra seperti buku-buku pengetahuan dan lain sebagainya.
Unsur
Resensi terdiri dari beberapa unsur yaitu judul, identitas buku, isi resensi buku, dan penutup resensi buku.
- Judul resensi
Resensi yang dibuat hendaknya memuat judul resensi. Judul resensi berperan sebagai pengantar sebelum masuk ke isi resensi. Karena itu, judul harus dibuat semenarik mungkin agar dapat menarik perhatian pembaca dan memiliki keterkaitan dengan isi resensi.
- Identitas buku yang diresensi
Resensi harus memuat identitas buku yang merupakan data buku. Biasanya identitas buku berisi judul buku, nama pengarang, nama penerbit, tahun terbit beserta cetakannya, dimensi atau ukuran buku, dan harga buku.
- Isi resensi buku
Unsur berikutnya adalah isi resensi. Biasanya, isi resensi buku berisi tentang ulasan singkat buku dan disertai dengan kutipan singkat. Selain itu, isi resensi buku juga berisi keunggulan dan kelemahan buku, rumusan kerangka buku, dan bahasa yang digunakan.
- Penutup resensi
Terakhir, penutup resensi berisi alasan-alasan mengapa buku itu ditulis dan kepada siapa buku itu ditujukan.
Struktur
Sebagaimana halnya struktur teks ulasan dalam bahasa Indonesia, struktur teks resensi meliputi identitas, orientasi, sinopsis, analisis, dan evaluasi.
- Identitas dalam resensi mencakup judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, tebal halaman, dan ukuran buku. Terkadang, bagian ini tidak dinyatakan secara langsung oleh peresensi ketika meresensi film atau lagu.
- Orientasi berisi penjelasan mengenai kelebihan buku yang diresensi, misalnya penghargaan yang pernah diraih oleh buku yang diresensi. Biasanya, hal ini diletakkan di paragraf pertama oleh peresensi sebagai pemantik perhatian pembaca.
- Sinopsis dalam resensi adalah ringkasan yang menggambarkan pemahaman penulis terhadap isi buku.
- Analisis berupa paparan tentang keberadaan unsur-unsur cerita, seperti tema, penokohan, dan alur.
- Evaluasi berupa paparan tentang kelebihan dan kekurangan suatu karya.
Contoh
Pada kesempatan yang lalu kita telah memahami beberapa contoh resensi dalam bahasa Indonesia seperti cara menulis resensi film, cara menulis resensi buku, contoh resensi buku novel, contoh resensi buku cerpen, contoh resensi buku pelajaran, dan contoh resensi non fiksi. Berikut disajikan contoh resensi singkat dalam bahasa Indonesia yang dikutip dari laman kompas.com tanggal 17 Juni 2013 bertajuk Pasung Jiwa, Menguak Ketakutan.
Pasung Jiwa, Menguak Ketakutan |
---|
Membaca buku terbaru dari Okky Madasari ini seperti menelusuri kisah hidup orang-orang yang terjebak dalam diri mereka sendiri. Yang pria membenci dunia macho yang sudah terbentuk di sekitarnya, sementara yang wanita menolak untuk selalu menerima. Pasung Jiwa lalu seperti cermin yang memantulkan wajah kita sendiri. Ada empat tokoh utama dalam novel ini; Sasana, Jaka Wani, Elis, dan Kalina. Kempatnya punya pertalian dan benang merah yang saling mempertemukan. Cerita dibuka dengan Sasana dari masa kecilnya, remaja, hingga dewasa. Bagaimana ia terbentuk menjadi sosok yang sudah merasa terperangkap karena terlahir sebagai laki-laki. Dipaksa bermain piano dan music klasik, sementara ia jatuh cinta dengan music dangdut. Diperas dan dikeroyok sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar. “Seluruh hidupku adalah perangkap. Tubuh adalah prangkap pertamaku. Lalu orang tua, dan semua orang yang kukenal. Kemudian segala hal yang kuketahui serta segala sesuatu yang kulakukan.” Sasana (hal.9). Lompat ke masa kuliah, Sasana menemukan dirinya sendiri dengan melahirkan sosok Sasa. Memakai daster, berbedak, dan bergincu, bebas menyanyikan lagu dangdut yang ia suka. Tapi itu tak berlangsung lama hingga ia dan Jaka Wani yang menjadi temannya mengamen ditangkap polisi. Jaka Wani, sosok lain yang terjebak dalam kemiskinan. Menjadi buruh pabrik yang hidup teratur dari Senin sampai Jumat, bekerja dari pagi sampai sore dengan upah yang hanya Rp 90.000 seminggu. Hidup seperti robot, sementara keinginan terdalamnya sebagai seniman tertimbun dalam-dalam. Perjalanan dengan Sasa berakhir, dan mempertemukannya dengan Elis, lalu Kalina. Elis adalah sosok pelacur yang melayani para buruh pabrik dengan bayaran rendah. Menjadi pelacur katanya bukan karena paksaan, melainkan suatu pilihan, daripada hidup dengan suami yang bajingan. Jika orang pintar bekerja dengan otaknya, dan buruh bekerja dengan tenaganya, maka ia memilih bekerja dengan organ kewanitaan yang ia punya. Sementara Kalina, ditemukan Jaka Wani ketika sedang berontak dan meronta di hadapan buruh pabrik. Ia protes dipecat karena ia hamil, sementara yang menghamilinya adalah mandor sendiri. Nasibnya hampir sama dengan buruh perempuan lain yang dipaksa melayani permintaan para mandor tanpa bisa mengelak. Menyoal keberanian Di antara persoalan konflik batin dan personal yang diusung masing-masing karakter, Okky menyelipkan sedikit tentang nasib buruh perempuan Marsinah yang karena keberaniannya lalu hilang tanpa tahu kelanjutan nasibnya. Sosok Sasana, Jaka Wani, Elis, dan Kalina lalu juga dihadapkan pada perangkap di luar diri mereka seperti agama, aturan, dan pandangan masyarakat. Sasana tidak bisa menjadi dirinya sendiri, karena laki-laki harulah laki-laki, tidak boleh tidak. Jaka Wani sebagai buruh mesti manut saja pada apa pun yang sudah digariskan, walau tertindas. Elis mesti menerima nasib sebagai perempuan yang tidak punya ha katas tubuhnya, lalu Kalina tak bisa memperjuangkan nasibnya karena keterbatasan yang ada. Novel ini, seperti tiga novel Okky sebelumnya, sangat kental dengan nuansa protes dan memberi suara pada mereka yang selama ini tidak pernah terdengar. Protes terhadap polisi yang dengan gambling digambarkan sebagai pelaku kekerasan dan sekaligus dalang di balik kekerasan yang timbul. Lewat keempat tokohnya, Okky menyiratkan keberanian untuk menguak rasa takut. Melawan, itulah kata-kata yang tepat. Tapi sejauh-jauhnya mereka melawan dari diri sendiri dan juga apa yang ada di sekitar, lagi-lagi mereka terperangkap. Mereka tidak sepenuhnya bebas. Atau memang sebenarnya tidak ada kebebasan yang mutlak? Jika dibawa ke kehidupan nyata, maka keempat sosok ini sebenarnya ada. Karena itu juga novel ini terasa dekat tanpa fantasi dan tanpa bumbu fiksi yang kental. Semua terasa dekat. Tak usah jauh-jauh, di sekeliling kita mereka ada, bahkan sebenarnya ada kita di dalamnya. Jika kita bukan mereka, berarti kita orang yang diam menyaksikan nasib mereka. Okky seperti membuka mata dan hati pembacanya dengan lebar. Mencoba memahami nasib orang-orang yang selama ini ada tapi tidak terdengar. Moncoba memahami bahwa pemimpin atau mereka yang mengatasnamakan aparat belum tentu benar. Setiap kita mestinya berani menguak rasa takut. Kira-kira begitulah maksud novel Pasung Jiwa. |
Demikianlah ulasan singkat tentang resensi terkait dengan jenis, unsur, dan struktur resensi. Artikel lain yang dapat dibaca di antaranya adalah contoh esai singkat, contoh kritik singkat, contoh esai sastra, contoh cerpen beserta sinopsisnya, contoh novel beserta sinopsisnya, dan contoh novel singkat. Semoga bermanfaat.